KEPARAT DAN BEDEBAH
Disini semuanya berawal
Ingin jadi Keparat atau Bedebah?
Mudah saja, perekrutan bahkan sudah dimulai
Calon-calon Keparat dan Bedebah itu sudah mempersiapkan diri mereka
Membawa map-map berisi ketamakan, kecurangan,
Tipu-menipu sudah tentu barang lumrah
Berlomba menjadi siapa yang paling licik, kejam, dan jahat
Menjadi yang terKEPARAT dan terBEDEBAH
Jangan heran dulu
Tunggu para Keparat dan Bedebah ini unjuk gigi
Sehari, seminggu, sebulan, setahun setelah mereka berkuasa
siapakah yang paling nista diantara mereka?
siapakah yang paling licin akal bulusnya?
Dialah Sang Juara
yang dengan kelihaianya mengeruk setiap 'rejeki' yang ada
Keparat dan Bedebah tidak pernah puas
dengan rakus menggerogoti semuanya
Hanya remah-remah yang tersisa
untuk manusia-manusia lainnya
yang kerdil, merana, semakin hari semakin kecil
terhimpit zaman yang semakin menggila
Si Keparat dan Bedebah yang berkuasa, pura-pura lupa nasib mereka
Para Bedebah dan Keparat itu,
adakah kalian satu diantara mereka?
II
Apalagi Yang Masih Kau Keluhkan
Kita sudah berada dalam udara yang sama
Kita sudah berada dalam pijakan yang sama
Kita sudah berada dalam naungan yang sama
Apalagi yang masih kau keluhkan sayang?
Apalagi yang masih kau inginkan?
Rumah ini sudah begitu indah sayang,
Meski malam kau kedinginan, siang terik kau kepanasan
Meski kau bahkan tak terlindungi
Sudah, sudah, tak perlu lagi menatap rumah yang lain
Rumah yang lain tidak akan menjadi indah,
tidak ada aku disana bukan?
Apalagi yang kau keluhkan sayang?
Apalagi yang kau inginkan?
Tak sampai hati aku melihatmu dan anak-anak kita berkeliaran di jalan
Pastikan sayang, aku bekerja siang dan malam
Apa?
Sampah masyarakat?
Apa yang mereka tau tentang itu sayang?
Abaikan saja, hanya karena kita miskin dan bodoh bukan berarti kita adalah sampah
Versi manusia selalu begitu
Aku juga heran
Di rumah kita di negeri kita sayangku,
Sampah adalah mereka yang melupakan nuraninya
Oleh keserakahan dan ketamakan
Menghalalkan segala cara untuk uang dan kekuasaan
Mereka yang buta-tuli peringatan tuhan
Para Bedebah yang menghamba pada uang
Para Keparat yang menjadi penguasa
Di rumah kita di negeri kita ini sayang,
hidup kita mungkin hanya sebuah lelucon pagi
sambil lalu tidak berarti
Tapi ingat sayang,
Kita hidup didunia yang bukan milik manusia
Ada versi tuhan akan segala, tentang hari pembalasan
Tak apa sayang, jangan mengeluh lagi
Meski kita dihimpit terhimpit
dinegeri yang sudah hilang kewarasannya
Dengan penguasa yang mati suri nuraninya
Bertahan saja dengan rumah kita
Selalu ada harapan
Semoga hari esok kelak anak-anak kita hidup selayaknya
III
SEPERTI
Seperti hangatnya matahari pagi
Seperti terang bulan tanpa keegoisan
Seperti bintang malam, kelip tiada henti
Seperti hujan di Bulan Juli, keajaiban
Seperti tetes embun dalam dahaga kekeringan
Seperti itulah cinta
Dalam ideku
Dan kini aku masih terpaku dalam semu
Menunggu bayang yang tak kunjung hilang itu pergi
Ada saja kisah usang yang menolak untuk diakhiri
Bahkan ketika lakonnya hanya menyisakan bayang ilusi
Ada saja kisah usang yang menolak untuk diakhiri
BalasHapusBahkan ketika lakonnya hanya menyisakan bayang ilusi ...
saya suka yg ini, Bon :)
aku juga loh ri :')
BalasHapus